Dua pengalaman yang memiliki sensasi tersendiri dan menimbulkan persepsi yang tak di duga duga
Berikut ini pengalaman yang menurut saya pengalaman yang masih terkenang dan mungkin tak terlupakam.
Suatu hari saya merasakan sensasi yang mengagukan terhadap novel Kasih 7 hari bisa menjadikan pikiran saya jernih kembali dan menumbuhkan semangat belajar, keluar dari pikiran yang gundah dan sulit belajar walau akhir novel itu cukup menyedihkan.
Dan persepsi yang timbul tentang novel ini cukup menarik lah. Sebagaimana anda tau, di awal 2010-an saya sekolah di SMA Negeri 11 Medan yang memiliki jam belajar yang padat. Anda menghadapi masalah, maka risikonya nilai jatuh dan bisa remedial pelajarannya. Kisahnya yang tidak dapat saya lupakan seumur hidup.. Kisahnya yang tidak dapat saya lupakan seumur hidup.
Suatu hari saya merasakan sensasi yang mengagukan terhadap novel Kasih 7 hari bisa menjadikan pikiran saya jernih kembali dan menumbuhkan semangat belajar, keluar dari pikiran yang gundah dan sulit belajar walau akhir novel itu cukup menyedihkan.
Dan persepsi yang timbul tentang novel ini cukup menarik lah. Sebagaimana anda tau, di awal 2010-an saya sekolah di SMA Negeri 11 Medan yang memiliki jam belajar yang padat. Anda menghadapi masalah, maka risikonya nilai jatuh dan bisa remedial pelajarannya. Kisahnya yang tidak dapat saya lupakan seumur hidup.. Kisahnya yang tidak dapat saya lupakan seumur hidup.
Awalnya, saya jalan-jalan ke sebuah
toko Buku di gramedia menyeberang Jalan Gajah Mada, Medan. Di sana saya
menemukan Novel Elyas. Karena harganya tidak begitu mahal, dan bukunya tidak
begitu tebal, maka saya pikir cocok sebagai bacaan selingan untuk mengusir
pikiran yang tidak bisa berkonsentrasi belajar. .
Kata seorang teman, membaca novel adalah
latihan memusatkan perhatian kita belajar pengetahuan. Dengan membaca novel
kita dilatih untuk berminat memahami sesuatu secara utuh. Ada benarnya!. Bahkan
bagi saya pendapat itu seratus persen betul. Membaca Elyas meluputkan
saya dari pikiran yang kacau ketika itu. .
Hari
itu adalah hari Sabtu. Jadi pulang sekolah pun cepat dan tidak ada les tambahan
di luar maka say bergegas pulang. Sesampai di rumah, aku rebah di atas tempat
tidur besi. Saya membaca buku itu sejak siang hingga sore hari. Hanya istrahat
untuk solat, makan atau ngemil makan makanan ringan.
Saya tidak menghiraukan apapun di
sekitarku. Bahkan bau kandang kambing yang selama ini mengganggu, tak berbau
lagi. Saya terhipnotis. Lupa membaca buku lain, lupa PR, lupa kerumitan hidup.
Novel itu berkisah seolah-olah terjadi di dunia nyata. Saya ditarik ke dalam alur
pikiran atau ”ilusinya” Marianne Katoppo.
Mataku hanya tertuju pada kronologis
cerita. Menghipnotis saya mengikuti alur cerita dari bab ke bab, mengundang
emosi dan ingin melanjutkan membaca terus. Bahkan saya lupa membalik
pendahuluan dan kisah akhir novel itu.
Novel itu berkisah tentang percintaan
antara seorang putra Padang dan gadis Batak. Dekat sekali dengan latar belakang
suku saya dan suku Padang merupakan lingkungan pergaulan di Medan. Saat itu
teman satu kampung adalah bersuku Batak.
Jadi kisah seperti ini dekat denganku. .
Kisah percintaan Elyas si putraPadang berusia
18 tahun dengan Tiur, putri (Batak) seorang sarjana muda begitu memukau.Yang
pada awal nya Elyas dan Tiur berjumpa di sebuah stasiun kereta di suatu daerah
Sumatra Utara. Yang pada saat itu tidak di sangka sangka Elyas dan Tiur jumpa
pada bangku yang sama di dalam suatu gerbong kereta.
Singkat cerita mereka pun saling
berkenalan di dalam berbong kereta itu ,dan salig bertukar cerita dengan asyik
nya, membaca kisah yang seperti ini mengingat kan saya pada sensasi sensai saat
saya PDKT dengan pacar saya dulu , yang kini hmmm... kalian sudah bisa tebak
lah akhir cerita nya.
Lanjut cerita Elyas dan tiur yang saling
ingin mengenal satu sama lain, akhirnya pun memutuskan untuk pergi ke kencan
pertama nya ke sebuah cafe yang sangat romantis lah untuk jaman itu. Dengan
memesan makanan dan minuman yang mereka sukai lalu mereka melanjutkan
perbincangan yang sempat terputus setelah pertemuan mereka yang pertama di
kereta api itu.
Hingga semakin dalam perasaan itu. Dan tibalah momen yang tidak diinginkan Elyas. Tiba tiba mantan pacarnya tiur pun datang kembali ,dan menjelaskan alasan mengapa ia sempat menjauhi tiur.
akhirnya Tiur mengerti dan masih memendam rasa cinta pada mantannya itu, hingga Tiur pun berlalu begitu saja. Dan Elyas patah hati dan akhirnya bunuh diri. Saya sangat sedih melihat nasib Elyas yang gagah. Dia harus bunuh diri, setelah melalui pergulatan panjang. Kenapa harus bunuh diri?
Hingga semakin dalam perasaan itu. Dan tibalah momen yang tidak diinginkan Elyas. Tiba tiba mantan pacarnya tiur pun datang kembali ,dan menjelaskan alasan mengapa ia sempat menjauhi tiur.
akhirnya Tiur mengerti dan masih memendam rasa cinta pada mantannya itu, hingga Tiur pun berlalu begitu saja. Dan Elyas patah hati dan akhirnya bunuh diri. Saya sangat sedih melihat nasib Elyas yang gagah. Dia harus bunuh diri, setelah melalui pergulatan panjang. Kenapa harus bunuh diri?
Hingga di akhir cerita, saya kaget!.
Ternyata Elyas—tokoh utama dalam novel itu, bercerita dari liang kubur, dan
sudah lama meninggal.
Begitu melekatnya isi buku Elyas, sama
seperti mengingat khasnya bau kandang kambing di samping kamar . Mengingat Elyas,
saya teringat kepada kabaikan dan keramahan om saya di Sibolga, pak Maman.
Pemilik rumah kos yang baik, keluarga tanpa anak yang rajin sembahyang, rukun
dan suka memberi.
Novel Elyas tidak terlalu tebal. Kalau
tidak salah, paling 100 halaman lebih sedikit. Tapi novel itu benar-benar sensasional
sebagai sebuah pengalaman membaca yang mengasyikkan.
Sampai sekarang, kisah Novel Elyas
seperti baru saja saya baca seminggu yang lalu, padahal, itu sudah berlangsung
lebih dari tigapuluh tahun.
Novel itu ditulis Mariane Katoppo,
seorang penulis dan teolog, lulusan, STT, Jakarta (1977) dan Institut
Oecumenique Bossey, Swiss (1979). Sebelumnya membaca novelnya, saya sudah
membaca tulisan-tulisan Marianne Katoppo di Sinar Harapan. Walaupun saya sudah
lupa isi artikel-artikelnya. Saya kagum atas wanita hebat itu, seperti saya
juga mengagumi penulis Anne Bertha Simamora (Suara Pembaruan) dan Threes Nio
(Wartawati Kompas).
Buat anda tau Novel Elyas memenangkan
sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta, 1975, lalu memperoleh hadiah
Yayasan Buku Utama, 1977. Dan melalui novel itu pula, Marianne memenangkan SEA
Write, hadiah sastra untuk sastrawan Asia Tenggara yang panitianya berpusat di
Bangkok.
Mochtar Lubis, seperti dikutip Tempo,
''Penghargaan itu pantas dan tepat. Saya gembira, karena Marianne wanita
Indonesia pertama, bahkan wanita ASEAN pertama, yang memenangkan hadiah
tersebut.''
Membaca Novel memang sebuah pegalaman
yang tak pernah terlupakan dan selalu mengundang inspirasi baru. Seperti
kreatifnya penulis novel itu sendiri. Dan juga saya merasakan sensasi – sensasi
yang tidak terbayangkan yang datang memberi semangat baru untuk menjalani
kehidupan kedepan.
Oh ya satu lagi sensai yang tidak pernah saya lupakan lagi. Waktu itu
bulan Juni, aku menjalani perpisahan SMP ku. Disana aku
mengalami banyak sensasi bagiku. Tapi, yang ingin kuceritakan hanya
di topik Jurit Malam. Jurit malam ini yang menurut persepsi ku sangat
mendebarkan, karna maklum lah waktu itu aku masih duduk di bangku SMP.
Kelompokku dan aku sempat tersasar di suatu tempat.
Jadi, sehabis acara makan malam, diadakan jurit
malam. Jurit malam ini hanya diikuti bagi murid murid yang mau ikut saja, Jadi,
tak begitu banyak yang ikut. Di setiap kelompok, terdapat dua guru yang
mendampingi. Tapi, guru itu juga tidak tau jalan yang akan dilalui kami.
Pertama-tama, diberikan perintah. Perintahnya mengatakan bahwa perkampungan
yang akan kami perkelompok tempuh adalah jalan yang memiliki jalan berbelokan.
Sehingga kita harus melihat sandi yang ada di setiap belokan.
Saat itu malam sudah larut, sehingga suasananya pun
lebih mendebarkan. Setelah menunggu, tibalah giliran kelompokku yang keluar
dari Villa, dan menuju perkampungan tempat jurit malam dilaksanakan. Pertama,
kami melihat ada suatu belokan. Kami pun mengikuti sandi yang ada. Lalu, kami
tiba di POS 1. Disana dua dari temanku menjadi perwakilan untuk mengambil ember
di sungai. Setelah melewati tantangan pertama, kelompok kami pun melewati
jembatan. Di ujung jembatan, ada seorang satpam yang memerintahkan kami untuk
jalan lurus. Tanpa ragu, kami pun mengikuti perintahnya. Sebenarnya, itulah
awal bagi ketersasaran kami.
Setelah jalan lurus, kami melihat bahwa kami sedang
ada di tengah-tengah sawah. Kami pikir, sawah itu adalah salah satu dari rute
kami. Setelah melewati sawah, terdapat belokan. Tapi, anehnya di belokan itu
tidak ada sandi apa apa. Kami pun bingung. Akhirnya, diputuskan bahwa kami
melewati jalan kiri. Karena, di kanan itu terdapat jalan raya. Setelah kami
terus melewati jalan ini, kami mulai merasa bingung. Tiba-tiba, dikiri kami
terdapat kuburan. Tapi, karena tak sadar bahwa kami menempuh jalan tersasar,
kami pun terus saja. Tiba tiba didepan kami pun tertulis bahwa kami menuju ke
suatu taman wisata. Kami pun merasa aneh. Akhirnya salah satu guruku menelphone
seorang penanggung jawab jurit malam nya. Ternyata, ia memberitahu kan pada
kami, bahwa jalan kami itu salah.
Akhirnya setelah menunggu lama di jalanan,
penanggung jawabnya pun datang. Ia pun memerintahkan kami untuk kembali ke
ujung jembatan, dimana ada seorang satpam yang mengatakan bahwa kami harus
menuju jalan yang tersasar itu. Saat kami balik, kami baru sadar bahwa di situ
tertulis tanda X, yaitu tanda yang tak boleh dilewati. Kami pun menjalani jalan
yang benar menuju POS 2. Di POS 2, terdapat tantangan yaitu melewati lumpur.
Lumpurnya sangat lengket. Lalu, kami juga harus mengambil ikan, yang akhirnya
harus di jatuhkan disungai. Setelah itu, kita sampai ke tantangan terakhir.
Ditantangan ini, guru pendamping tidak boleh ikut. Jadi akhirnya kami pun jalan
lagi tanpa guru. Di sana, diperintahkan bahwa kami harus mengambil 3 buah bola
kecil, dan 1 buah bola besar. Pertama, kami melihat ada sebuah ember.
Didalamnya terdapat seperti serangga, dan diatasnya terdapat bola. Akhirnya,
ada seorang temanku yang mengambil bola itu. Berikutnya, ada ember yang tinggi.
Akhirnya, aku mengambil bola nya. Kamipun melanjutkan jalan. Tiba tiba kami
melihat putih putih lewat. Kami sedikit takut. Lalu, ia berteriak. Kami pun
ikut berteriak, dan lari balik ke tempat guru gurunya. Kami pun tak berhasil
melewatkan tantangan itu. Kami diberi kesempatan lagi. Tapi, tak semua murid
kelompokku berani. Hanya aku dan beberapa temanku saja. Lalu, aku berada
dibarisan paling depan, karena teman teman ku mengatakan aku yang paling ingin
mengikuti kesempatan ke dua ini. Kami pun berhasil mengambil bola satu lagi.
Kini tingal satu buah bola besar. Kami berjalan pelan pelan. Tiba tiba kami
disuruh berhenti karena waktunya sudah habis. Kami pun balik ke Villa. Kami
selesai dari jurit malam ini jam kurang lebih 1:30 pagi.
Thanks untuk membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar